Jawa Timur, Potretrealita.com – Pengasuhan anak usia dini menjadi kunci utama dalam membangun sumber daya manusia berkualitas. Para pakar dan pemangku kepentingan menyoroti berbagai tantangan, seperti perubahan struktur keluarga, transisi demografi, serta dampak digitalisasi pada pola asuh anak. Selain itu, gizi seimbang dan pengendalian screen time juga menjadi perhatian utama dalam meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak.
Demikian disampaikan Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana nasional (BKKBN), Budi Setiyono, dalam kegiatan Call To Action: Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini yang berlangsung melalui fasilitas zoom meeting, Senin (17/2/2025).
Berdasarkan data terbaru, jumlah dan persentase penduduk usia anak terhadap total populasi mulai menurun sejak 2025. Sementara itu, jumlah usia produktif meningkat dan jumlah lansia diprediksi akan berlipat ganda pada 2045, menandakan perubahan struktur keluarga yang signifikan.
Disebutkannya, bahwa Human Capital Index (HCI) Indonesia masih tertinggal, dengan peringkat ke-96 dan skor 0,54 pada 2020. Targetnya, angka ini meningkat menjadi 0,73 pada 2045. “Pembangunan harus berpusat pada manusia untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan, serta memampukan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya,” jelasnya.
Di sisi lain, perubahan sosial seperti urbanisasi, digitalisasi, serta fenomena childfree, delayed marriage, dan cohabitation turut mempengaruhi pola pengasuhan anak. Kurangnya kelekatan antaranggota keluarga juga berkontribusi pada meningkatnya angka perceraian dan risiko krisis moral.
Gubernur terpilih NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menyoroti rendahnya indeks pengasuhan anak di daerahnya, yang saat ini berada di angka 46,69. “Perlu akselerasi program lintas sektor untuk meningkatkan pengasuhan anak usia dini, terutama dalam dimensi kesehatan, kecukupan gizi, dan stimulasi,” ujarnya.
Tingginya angka kemiskinan di NTT juga berdampak pada pola asuh orang tua. Selain itu, tradisi dan norma budaya yang kuat sering kali menjadi tantangan dalam menerapkan pola pengasuhan yang lebih modern dan berbasis sains.
Menurut CEO & Founder Gizi Nusantara, Esti Nurwati menambahkan, gizi yang cukup dalam 1.000 hari pertama kehidupan sangat krusial untuk perkembangan otak dan tubuh anak. Kekurangan gizi dapat menyebabkan stunting, gangguan perkembangan otak, serta daya tahan tubuh yang lemah.
Sementara itu, Farid Agung Rahmadi, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), memperingatkan dampak negatif screen time berlebihan pada anak. “Paparan gadget yang berlebihan dapat mengurangi interaksi anak dengan orang tua, menyebabkan gangguan tidur, keterlambatan motorik, serta meningkatkan risiko obesitas,” katanya. Meski konten edukatif digital dapat memberikan manfaat, pendampingan orang tua tetap menjadi faktor penting dalam penggunaannya. (gus)