Surabaya, Potretrealita.com – Proyek pembangunan saluran U-Ditch 60/80 Cover Gandar 10 Ton di Pesapen Selatan RT 03 RW 14, Kelurahan Krembangan Selatan, Surabaya, kini tengah disorot publik. Investigasi lapangan mengungkap berbagai pelanggaran yang serius, mulai dari teknis pelaksanaan, pengawasan, hingga dugaan penyelewengan aset negara dan potensi korupsi kolektif.
Di lokasi, ditemukan bahwa pekerjaan dilakukan tanpa mengindahkan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Para pekerja terlihat tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), tanpa pengawasan dari pelaksana maupun pengawas teknis. Praktik ini menimbulkan pertanyaan besar soal komitmen terhadap kualitas dan keselamatan proyek.
Selain itu, pekerjaan dikerjakan tanpa metode dewatering sebagaimana mestinya, dan limbah galian digunakan sebagai urugan di sela box culvert, menggantikan material sirtu (pasir batu) yang seharusnya digunakan. Cara kerja seperti ini tidak hanya menyalahi spesifikasi dan RAB, tetapi juga mengancam ketahanan dan umur konstruksi proyek.
*Bekerja Malam Hari dan Tanpa Papan Proyek : Diduga Ada yang Disembunyikan*
Proyek ini dikerjakan pada malam hari tanpa alasan teknis yang jelas. Padahal jika dilakukan pada siang hari pun tidak akan mengganggu aktivitas warga. Kuat dugaan bahwa pola kerja malam hari dilakukan untuk menghindari pantauan publik dan media.
Ironisnya, tidak ditemukan papan nama proyek di lokasi sebagaimana diwajibkan dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 70 Tahun 2012, serta UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ini merupakan pelanggaran administratif yang mencerminkan tidak adanya komitmen transparansi dalam penggunaan dana publik.
*Aset Negara Hilang: Lurah Bungkam, Bangtib Diam, Mandor Dikirim*
Investigasi juga mengungkap bahwa tiang besi panjang berukuran sekitar 6–9 meter dan berat 70–100 kg, yang diduga merupakan aset negara, telah hilang (raib) dari lokasi proyek tanpa penjelasan resmi. Keberadaan tiang tersebut sebelumnya tercatat ada di lokasi namun kini hanya tersisa bekasnya saja.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi ke kantor kelurahan, Lurah Krembangan Selatan, Sumadalana, menolak menemui dan justru memilih menelepon seorang mandor proyek bernama Fahri untuk menggantikan dirinya memberikan penjelasan. Awak media enggan merespon Fahri karena bukan pihak yang berwenang dalam tata kelola aset negara.
Sementara itu, Bambang selaku Kasi Bangtib yang memiliki kewenangan teknis di lapangan juga menunjukkan sikap tidak kooperatif. Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp dan telepon seluler, Bambang enggan menjawab atau membalas, padahal posisi dan tanggung jawabnya menuntut untuk memberikan penjelasan terkait dugaan hilangnya aset negara tersebut.
Sikap diam dan bungkam dari aparat kelurahan ini semakin menguatkan dugaan adanya keterlibatan atau pembiaran, yang harus ditelusuri lebih dalam. Pertanyaan besar pun muncul: Siapa yang bermain di balik proyek ini? Siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya aset negara?
*RW : Tak Pernah Diberitahu, Tak Dilibatkan*
Pada Jumat (01/08/2025), Ketua RW 14 Abdul Jalil, saat dikonfirmasi awak media di kediamannya, juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah dilibatkan ataupun dikonfirmasi terkait pelaksanaan proyek.
“Saya selaku RW gak ada konfirmasi kalau ada U-Ditch datang maupun alat berat yang masuk. RAB dan gambar proyek pun saya gak tahu, Pak,” tegas Jalil.
Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek dilakukan secara tertutup, tanpa koordinasi dengan perangkat lingkungan setempat, yang seharusnya dilibatkan sebagai bagian dari pengawasan sosial.
*Proyek Milyaran Sarat Dugaan Korupsi Kolektif*
Proyek U-Ditch ini disebut-sebut merupakan bagian dari empat titik pekerjaan yang menelan total anggaran sekitar Rp1,5 miliar. Dengan banyaknya pelanggaran teknis, tidak adanya pengawasan, serta hilangnya aset negara, indikasi korupsi kolektif terorganisir sangat kuat.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib dimintai pertanggungjawaban atas lemahnya pengawasan dan pelaksanaan proyek ini, karena kerugian negara bukan hanya bersifat material, tetapi juga menyangkut hilangnya kepercayaan publik terhadap tata kelola anggaran.
*APH dan Dinas Terkait Harus Bertindak Tegas*
Aparat Penegak Hukum (APH) dan Dinas terkait diminta untuk segera melakukan sidak, investigasi, dan audit atas seluruh aspek proyek, termasuk mendalami siapa yang mengambil keuntungan dari proyek yang diduga sarat penyimpangan ini.
Proyek negara bukan ladang untuk dikorupsi bersama. Transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab hukum adalah harga mati dalam pelaksanaan anggaran negara. Awak media dan tim investigasi akan terus mengawal proses ini hingga tuntas. (Mul)