Menu

Mode Gelap
Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Dengar Aspirasi Warga Tanah Kali Kedinding Saat Jum’at Curhat Tim Jihandak Brimob Polda Jatim Evakuasi Temuan Granat Nanas Di Desa Talkandang Situbondo Patroli Samapta Berbagi Bantu 20 Sak Semen Untuk Pembangunan Masjid At Taqwa Situbondo 950 Personel Gabungan Diterjunkan, Polrestabes Surabaya Amankan Demo Ojol Berkas Penggelapan Honor BPD Karang Gayam Masuk Kejari, L-KPK Apresiasi Kinerja Polres Sampang

Hukum · 13 Des 2024 13:23 WIB ·

Sibakum Beberkan Masalah Administrasi Dakwaan Saat Sidang Di MK


 Sibakum Beberkan Masalah Administrasi Dakwaan Saat Sidang Di MK Perbesar

Jakarta, potretrealita.com – Pada hari Kamis, tanggal 12 Desember 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia melaksanakan sidang pendahuluan perkara nomor: 170/PUU-XXII/2024 dengan agenda pemeriksaan awal pengujian materiil Pasal 143 ayat (2) KUHAP terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Perkara ini diajukan oleh I Gusti Ngurah Agung Krisna Adi Putra dengan dukungan tim pemberi bantuan hukum dari Yayasan advokaSI BAntuan huKUM (Sibakum) yang diketuai oleh Singgih Tomi Gumilang.

Sidang yang awalnya diagendakan jam 15:00 WIB dimajukan pada jam 14:30 WIB. Selain dihadiri oleh Singgih Tomi Gumilang, 5 advokat Pemberi Bantuan Hukum yang juga hadir adalah Ferry Juli Irawan, Rudhy Wedhasmara, Rr. Adinda Dwi Inggardiah, Nining Kurniati, dan Fitri Ida Laela.

Sedangkan, Pemohon sendiri belum dapat bergabung melalui sambungan zoom, dikarenakan bebarengan dengan jalannya agenda pemeriksaan saksi kepala lingkungan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Negara, Jembrana, Bali, yang didampingi oleh Tim Penasihat Hukum dari SITOMGUM Law Firm.

Permohonan uji materiil ini berangkat dari permasalahan teknis, dalam proses persidangan terhadap Pemohon, yang menjadi terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman jenis ganja bagi diri sendiri.

Dalam pokok permohonannya, Pemohon menyatakan bahwa ketentuan administratif terkait surat dakwaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, menyebabkan kerugian hak konstitusional akibat multitafsir yang bertentangan dengan asas _lex certa_ dan prinsip kepastian hukum yang adil.

Kuasa hukum Pemohon menyatakan bahwa dua versi salinan surat dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa / Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Negara, Jembrana, kepada Pemohon sebagai terdakwa atau kuasa hukumnya tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam KUHAP, yakni tidak diberi tanggal dan ditandatangani. Hal ini mengakibatkan Pemohon mengalami ketidakpastian hukum, yang seharusnya dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Melalui gugatan ini, kami ingin menegaskan pentingnya menjunjung tinggi asas kepastian hukum yang adil dalam setiap tahapan proses peradilan pidana. Pemohon mengalami kerugian nyata atas ketidakcermatan administrasi yang dilakukan oleh Jaksa/Penuntut Umum,” ujar Singgih Tomi Gumilang.

Tim Pemberi Bantuan Hukum juga menegaskan, bahwa permohonan uji materiil ini tidak hanya berkaitan dengan kasus konkret yang dialami Pemohon, tetapi juga berupaya untuk memperbaiki implementasi hukum acara pidana agar lebih sesuai dengan standar konstitusional dan tidak menyisakan ruang bagi pelanggaran hak-hak terdakwa.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Arsul Sani bersama anggota majelis Prof. Enny Nurbaningsih dan Prof. M. Guntur Hamzah berjalan lancar. Dalam sesi ini, Majelis Hakim memberikan saran perbaikan untuk memperkuat substansi dan teknis dokumen permohonan.

Para hakim juga menekankan pentingnya menunjukkan hubungan sebab-akibat antara kerugian konstitusional yang dialami Pemohon dengan norma pasal yang diuji, untuk memperkuat kedudukan hukum Pemohon di Mahkamah Konstitusi.

Rudhy Wedhasmara menyatakan kesiapan timnya untuk melakukan perbaikan sebagaimana disarankan oleh Majelis Hakim.

“Kami optimistis, dengan dikabulkannnnya permohonan ini akan memberikan dampak positif bagi penguatan sistem hukum acara pidana di Indonesia,” kata Rudhy.

Sidang lanjutan perkara ini, dijadwalkan akan dilaksanakan setelah masa perbaikan permohonan selesai. Tim Pemberi Bantuan Hukum berharap, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat mengabulkan permohonan ini, untuk menciptakan standar hukum acara pidana yang lebih konsisten, jelas, dan menghormati hak konstitusional setiap warga negara. (*)

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Korban Tipu Gelap Atas Penjualan Aset Pemkot Penuhi Panggilan Penyidik

18 Desember 2024 - 09:05 WIB

Nasib Naas Yang Meninpa Korban Jambret, Kini Lapor Ke Polsek Tambaksari

18 Desember 2024 - 08:43 WIB

Polsek Krembangan Diduga Lepas Terduga Pelaku Judol

18 Desember 2024 - 07:17 WIB

Unit PPA Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Tangkap Pria Setubuhi Anak Dibawah Umur

18 Desember 2024 - 05:40 WIB

Direktorat PPA dan PPO Diharapkan Dorong Ranking Kesetaraan Gender Indonesia

17 Desember 2024 - 14:53 WIB

Mitigasi Jelang Nataru, Polres Situbondo Tandai Jalan Berlubang di Jalur Pantura

17 Desember 2024 - 14:49 WIB

Trending di Nasional