Jakarta, Potretrealita.com – Sekelompok masyarakat Papua yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Papua untuk Kebenaran dan Keadilan Tabi–Saireri dan Nusantara menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta, Senin (8/9/2025).
Kehadiran mereka bukan dalam bentuk aksi demonstrasi, melainkan memposisikan diri sebagai sahabat peradilan atau Amicus Curiae. Hal tersebut ditegaskan Tokoh Muslim Papua, Amir Madubun.
“Jadi kami, sekitar 70 orang yang datang, bukan untuk berdemo. Kami datang sebagai sahabat peradilan atau Amicus Curiae,” ujar Amir Manubun kepada wartawan di Jakarta.
Dalam rombongan tersebut hadir sejumlah tokoh yang mewakili berbagai elemen masyarakat, di antaranya Ketua Aliansi Rakyat Papua untuk Kebenaran dan Keadilan Tabi–Saireri dan Nusantara, Yulianus Dwaa; Dewan Adat Tabi, Yakonias Wabrar; Tokoh Agama, Pdt. Catto Y. Mauri; Sesepuh Papua di Jakarta, Frans Rohromana; Tokoh Perempuan Papua, Doliana Yakadewa; Tokoh Paguyuban Bugis, Thamrin Ruddin; serta Tokoh Muslim Papua, Amir Manubun.
Turut serta pula perwakilan komunitas Papua di Jakarta, Yan Piet Sada, serta koordinator lapangan Yusuf Golam. Dari seluruh rombongan, tujuh tokoh utama bersama satu korlap diterima langsung oleh pihak Mahkamah Konstitusi.
Pertemuan berlangsung di ruang resmi MK dan diterima dengan baik oleh Kepala Biro Humas dan Protokoler, Pan Mohamad Fais Kusuma Wijaya, yang didampingi Kepala Bagian Humas dan Protokoler, Imanuel . “Puji Tuhan, kami diterima dengan baik di Mahkamah Konstitusi. Masing-masing tokoh menyampaikan pandangan sesuai kapasitasnya,” ungkap Amir.
Amir menegaskan, tujuan kedatangan mereka bukan untuk mengintervensi proses hukum, melainkan menyampaikan jeritan hati rakyat Papua yang merasa hak suaranya terzalimi dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Papua pada 6 Agustus 2025 lalu.
“Prinsip kami adalah memposisikan diri sebagai sahabat peradilan. Kami meminta Mahkamah menegakkan keadilan dan kebenaran bagi semua warga negara, khususnya masyarakat Papua yang merindukan kejujuran dalam proses PSU,” jelasnya.
Aliansi tersebut juga menyampaikan dokumen berisi tujuh poin pernyataan yang ditujukan kepada sembilan hakim konstitusi. Setiap hakim menerima satu bundel dokumen yang memuat berbagai catatan, termasuk dugaan intervensi sejumlah pejabat dalam proses PSU.
“Isi tujuh poin itu adalah suara nurani rakyat Papua. Kami serahkan melalui Kepala Biro Humas dan Protokoler MK untuk kemudian diteruskan ke sembilan hakim. Semua dokumen kami serahkan secara simbolis di dalam noken,” tambahnya.
Aliansi menegaskan bahwa aspirasi masyarakat Papua, khususnya wilayah adat Tabi dan Saireri, adalah agar kepemimpinan di tanah Papua benar-benar lahir dari anak daerah. Harapan itu, menurut Amir, sudah dituangkan dalam tujuh poin yang diserahkan kepada Mahkamah.
“Dengan doa dan harapan masyarakat Papua, khususnya Tabi dan Saireri, kami ingin Papua dipimpin oleh anak asli Tabi–Saireri. Itu telah kami tegaskan dalam pernyataan kami,” tegasnya.
Pertemuan yang berlangsung hampir satu jam itu ditutup dengan komitmen dari pihak MK untuk meneruskan seluruh pokok pikiran dan dokumen yang diserahkan.
“Kepala Biro Humas menyampaikan bahwa semua masukan akan disampaikan kepada hakim, sebab hakim Mahkamah Konstitusi tidak boleh diintervensi siapapun,” tutup Amir. (Red)