Surabaya, Potretrealita.com – Dugaan praktik tak sehat dalam proses kepailitan PT. Jivan Jaya Makmur kembali mencuat. Kurator Laurensia Windy Jaya, yang ditunjuk untuk mengurus asset debitur, dituding bermain mata dengan pihak majelis hakim yang memutus perkara tersebut. Ketua Majelis Hakim I Ketut Tirta bersama hakim anggota I Made Subagia Astawa ditengarai turut terlibat dalam dugaan ketidak beresan ini.
Sutikno, salah satu kreditur konkuren, mengaku belum menerima pembayaran sepeser pun dari hasil likuidasi aset PT. Jivan Jaya Makmur. Ia menyampaikan kekecewaannya atas proses yang dianggap sarat kejanggalan.
“Awalnya saya meminjamkan uang ke Suryawan, pemilik PT. Jivan Jaya Makmur, sekitar tahun 2019-2020. Tapi saat usahanya macet, dia mengajukan PKPU di PN Niaga Surabaya dan saya salah satu pemohonnya. Dia berjanji jika nanti pailit, hasil penjualan aset akan digunakan untuk bayar hutang,” ujar Sutikno, Kamis (22/5/2025).
Namun, kenyataannya tak seindah janji. Sutikno mengungkapkan bahwa ada tawaran pembelian asset senilai Rp40 miliar, namun ditolak oleh Kurator Laurensia Windy dan suaminya, Albert. Asset tersebut kemudian hanya terjual senilai Rp33 miliar.
“Saya ajukan tagihan Rp1,5 miliar, tapi tanpa saya tahu, piutang saya dicatat hanya Rp860 juta dan saya tak pernah diajak rapat. Lebih parah lagi, dalam putusan akhir saya dan Lazuardi tidak mendapat bagian sama sekali. Diduga, kurator menyusun pengeluaran yang tidak masuk akal,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti nilai yang diterima Bank BNI sebagai kreditur separatis. Dari nilai tagihan Rp51,5 miliar, Bank BNI hanya menerima sekitar Rp21,6 miliar.
“Ada potensi kerugian negara di sini karena BNI adalah bank milik negara. Dugaan kongkalikong sangat kuat, apalagi aset dijual di bawah penawaran tertinggi,” kata Sutikno.
Menanggapi hal ini, Albert Laufenzia, suami Kurator Laurensia Windy Jaya menyatakan bahwa pembagian dilakukan berdasarkan ketentuan hukum. Ia berdalih bahwa seluruh hasil penjualan dialokasikan terlebih dahulu kepada kreditur separatis, sesuai UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
“Debitur pailit sudah dibubarkan sesuai UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jadi semua langkah sudah sesuai prosedur,” jelas Albert.
Sebagai informasi, praktik curang dalam proses PKPU bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, dua kurator yakni Rochmad Herdito dan Wahid Budiman telah dipidana karena terbukti menggelembungkan tagihan kreditur dalam perkara PKPU PT. Alam Galaxy. Putusan kasasi Mahkamah Agung menghukum keduanya, menyusul dinyatakannya PT. Alam Galaxy pailit akibat rekayasa tagihan.
Kasus PT. Jivan Jaya Makmur kini menjadi sorotan publik dan praktisi hukum. Banyak pihak menuntut transparansi serta audit menyeluruh atas seluruh proses pailit dan distribusi aset, agar tidak terulang kasus serupa di masa mendatang.