Sampang, Potretrealita.com – Polemik penyegelan pabrik rokok di Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, terus menuai kritik. Gabungan Aktivis Sosial Indonesia (GASI) menuding Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) Madura terkesan menutup-nutupi informasi, khususnya terkait penerapan Ultimum Remidium (UR) terhadap pabrik rokok yang disegel beberapa waktu lalu.
Dalam audiensi yang digelar Selasa (23/9/2025) sekitar pukul 16.00 WIB di kantor KPBC Madura, GASI mendesak kepastian apakah sudah ada UR yang dikenakan pada pabrik rokok tersebut, namun, jawaban yang disampaikan pihak KPBC dinilai berbelit dan tidak transparan.
“Pihak KPBC Madura saling lempar, saat kami minta kejelasan, mereka beralasan itu masih ada di penyidikan, Andrew selaku Humas KPBC Madura malah bilang takut salah bicara jika tanpa data. Pokoknya macam-macam alasannya,” ungkap Achmad, Ketua GASI, usai audiensi.
Data lapangan menyebutkan bahwa pabrik rokok yang disegel itu adalah PR Daun Mulia di Desa Tambaan, Camplong, milik pengusaha Suhartono. Pihak Bea Cukai menyegel dua unit mesin produksi rokok karena perusahaan belum mengantongi izin produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Saat ini, perusahaan hanya memiliki izin produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT). Artinya, mesin SKM yang disegel tidak boleh dioperasikan sampai izin turun secara resmi dari pemerintah, dengan demikian, pabrik tersebut dipastikan belum boleh beroperasi hingga proses perizinan tuntas.
Publik masih bertanya-tanya soal status hukum kasus ini, terutama terkait UR. Menurut UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, Ultimum Remidium (UR) adalah sanksi pidana yang ditempuh jika sanksi administrasi tidak cukup. UR menjadi “jurus terakhir” untuk menindak pelanggaran berat atau berulang, seperti produksi rokok tanpa pita cukai atau tanpa izin resmi.
Bentuk sanksinya adalah:
Pidana penjara 1–5 tahun, dan/atau
Denda pidana sebesar 2–10 kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Perhitungan nilai UR dilakukan dengan cara:
Menghitung jumlah rokok yang diproduksi/disita tanpa izin.
Mengalikan dengan tarif cukai per batang (berdasarkan ketentuan pemerintah).
Hasilnya adalah nilai cukai terutang.
Dari angka tersebut, denda UR ditetapkan minimal 2 kali dan maksimal 10 kali lipat.
Sebagai ilustrasi, jika ditemukan 1 juta batang rokok tanpa pita dengan tarif Rp800 per batang, maka nilai cukai terutang Rp800 juta. Artinya, UR yang dikenakan bisa mencapai Rp1,6 miliar hingga Rp8 miliar.
Sayangnya, dalam audiensi, KPBC Madura tidak memberikan kejelasan berapa nilai UR yang seharusnya dikenakan, atau apakah UR sudah dijalankan terhadap PR Daun Mulia.
“Kami tidak ingin ada pengaburan kasus. Kalau memang sudah ada penerapan UR, sebutkan dengan jelas. Kalau belum, juga harus disampaikan terbuka. Jangan ditutup-tutupi,” tegas Achmad.
Menurutnya, publik berhak mengetahui sejauh mana penanganan kasus ini berjalan, termasuk jumlah potensi kerugian negara akibat produksi tanpa izin.
Sikap KPBC Madura yang dinilai tidak transparan membuat GASI berencana melangkah lebih jauh. “Kami akan membawa persoalan ini ke Senayan dalam waktu dekat agar DPR, Menteri Keuangan, juga turun tangan mengawasi dan menindaklanjuti dugaan permainan dalam kasus ini,” pungkas Achmad. (Red)