Mojokerto, potretrealita.com – Merujuk pada LI/552/XI/RES/1.11./2024/SATRESKRIM, akhirnya Unit Tindak Pidana Umum (Tipidum) Satreskrim Polres Mojokerto menindak lanjuti proses yang sempat dianggap tidak berjalan oleh petani warga Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto yang diduga jadi korban komplotan mafia tanah sejak tahun 2019 silam.
Pada hari Jum’at, tanggal 3 Oktober 2025, SPKT Polres Mojokerto menerima rekomendasi dari Unit Tipidum untuk menerbitkan STPL (surat tanda penerimaan laporan) dengan nomor:LP/B/143/X/2025/SPKT/POLRES MOJOKERTO/POLDA JAWA TIMUR.
Adapun laporan dugaan tindak pidana yang dilaporkan tersebut, diwakili oleh 2 dari 16 petani yang sejauh ini berani menyuarakan suaranya dalam menuntut keadilan kepada pihak berwenang.
Untuk petani yang lain, sejauh ini belum berani dikarenakan sudah bosan dengan janji – janji dari mereka yang mengaku sebagai panitia. Diduga pula, tidak jarang pula para petani menerima perlakuan intimidasi.
Dalam isi laporan tersebut, ada 4 orang yang secara resmi dilaporkan, yakni Siswayudi selaku Kepala Desa (Kades) Sumber Girang, Samsol Arif selaku Kepala Dusun (kasun) Sumberejo, Ainun Ridho selaku Kepala Dusun (Kasun) Sumber Tempur dan Soponyono mantan seketaris Desa (Sekdes) Sumber Girang yang kini menjadi pejabat BPBD (balai penanganan bencana daerah) Kab. Mojokerto.
Adapun pasal yang di sangkakan yaitu dugaan adanya penipuan/perbuatan curang UU NO 1 tahun 1946 dalam KHUP yang tertera dalam pasal 378 dan 372 KUHP tentang penggelapan.
Seperti pemberitaan sebelumnya, puluhan petani yang ada di Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto pada akhir tahun 2019 mempercayakan proses jual beli tanahnya kepada beberapa perangkat desanya.
Tanah milik para petani dijual kepada seseorang yang mengaku sebagai warga Surabaya. Namun, hingga kini pembayaran tanah milik para petani tersebut belum sepenuhnya terselesaikan haknya sebagai penjual.
Kepercayaan para petani yang tidak setengah-tengah itu sangatlah mendasar. Selain yang mengaku sebagai panitia adalah perangkat desanya sendiri, Kades juga tercatut sebagai saksi didalam kutipan AJB (akta jual beli) dan diduga pula yang mengesahkan dan menyetujui kesepakatan harga antara petani dan panitia sebesar 600.000.000 saat itu.
Namun, pada kenyataannya, hampir keseluruhan petani belum mendapatkan semuanya. Hingga sampai saat ini, para petani mengaku hanya mendapatkan Rp. 200.000.000 hingga Rp. 250.000.000.
Menurut keterangan salah satu petani, besar harapan dengan adanya pelaporan tersebut, para petani segera mendapatkan keadilan yang sesungguhnya dan bisa menerima sisa pembayaran tanahnya sesuai harga yang telah disepakati.
“Jika terbukti ada yang sengaja berbuat curang secara hukum, maka kami (para petani) berharap mereka menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku di Indonesia,” terang salah satu perwakilan petani yang melakukan laporan ke Polres Mojokerto. (SY41)