Sampang, Potretrealita.com – Tututan hukum menggoncang kasus dugaan penipuan jual beli tanah yang menjerat Syamsiyah binti Achmad Hasan memasuki babak krusial. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Sampang, penasihat hukum Syamsiyah menyampaikan duplik yang menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hukum disesatkan. tidak jelas, penuh keraguan, bahkan masuk kategori obscuur libel alias kabur dan tidak sah.
Pengacara Syamsiyah, H. Achmad Bahri dan Didiyanto dari kantor hukum Bahri & Partners, menilai perkara ini sejak awal tidak layak masuk ranah pidana. “Ini murni sengketa perdata jual beli. Tidak ada unsur tipu muslihat sejak awal sebagaimana syarat pasal penipuan,” tegas Bahri.
Bahri menyoroti ketidaksesuaian jumlah kerugian yang dituduhkan. Dakwaan menyebut kerugian Rp650 juta, sementara bukti kwitansi hanya Rp255 juta. “Selebihnya, justru diterima oleh Rizal yang saat ini sudah tersangka dan ditangkap, bukan oleh klien kami,” jelasnya.
Kondisi ini, menurut tim kuasa hukum, otomatis memunculkan asas in dubio pro reo keraguan harus diputuskan untuk kepentingan terdakwa.
Tak hanya soal kerugian, konsistensi saksi juga dipertanyakan. Keterangan pelapor Rindawati disebut berbeda dengan saksi lain, termasuk suaminya sendiri yang sempat berbelit-belit dalam persidangan. Bahkan, pernyataan terkait penjualan sebuah dump truk pun simpang siur: ada yang menyebut dijual, ada yang bilang digadaikan.
“Kalau saksi-saksi saling bertolak belakang, bagaimana mungkin itu bisa jadi dasar menghukum seseorang?” ujar Didiyanto.
Dalam duplik, tim kuasa hukum juga menyoroti JPU yang mendakwa Syamsiyah dengan pasal alternatif: Pasal 378 KUHP (penipuan) atau Pasal 372 KUHP (penggelapan). “Ini jelas membingungkan. Apakah barang diperoleh secara sah lalu disalahgunakan, atau sejak awal dengan tipu daya? Ketidakjelasan inilah yang membuat dakwaan batal demi hukum,” tegas Bahri.
Lebih jauh, pengacara juga menilai hak Syamsiyah dilanggar sejak tahap penyidikan karena tidak didampingi penasihat hukum. Padahal, menurut KUHAP, UUD 1945, hingga ICCPR, setiap terdakwa berhak memperoleh pembelaan hukum.
“Ini bukan hanya pelanggaran prosedural, tapi juga pelanggaran hak asasi,” ujar Bahri.
Dengan sederet kejanggalan tersebut, kuasa hukum Syamsiyah mendesak majelis hakim untuk membatalkan dakwaan JPU. Mereka meminta agar Syamsiyah dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya.
“Jaksa gagal membuktikan adanya niat jahat maupun kerugian nyata. Perkara ini hanyalah sengketa perdata yang dipaksakan menjadi pidana. Kami mohon majelis hakim yang mulia memberikan keadilan dengan membebaskan klien kami,” pungkas Bahri. (Red)











