Sorong, Potretrealita.com – Persidangan kasus perdata yang diajukan oknum gerombolan mafia tanah, dengan modus ‘tipu-tipu Abunawas’ alias akal-akalan ala Abunawas, di Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat Daya, hingga kini belum terlihat tanda-tanda akan berakhir. Namun, kasus sengketa lahan yang teregister dengan Perkara Nomor: 57/Pdt.G/2025/PN, yang sempat mencuat beberapa waktu lalu, itu kini memasuki sidang mendengarkan keterangan saksi.
Berita terkait di sini: Gugatan Perdata “Tipu-tipu Abunawas” Semestinya Ditolak Majelis Hakim PN Sorong, Ini Alasannya (https://pewarta-indonesia.com/2025/07/gugatan-perdata-tipu-tipu-abunawas-semestinya-ditolak-majelis-hakim-pn-sorong-ini-alasannya/)
PT. Bagus Jaya Abadi (BJA) sebagai penggugat mendapatkan giliran pertama mengajukan saksi pada Selasa, 26 Agustus 2025 lalu. Perusahaan milik warga negara Malaysia, Paulus George Hung alias Ting-ting Ho alias Mr. Ching, ini mengajukan dua orang saksi. Akan tetapi kedua saksi yang diajukan ke muka persidangan dinilai sebagai saksi akal-akalan alias saksi palsu sebab hanya pekerja proyek temporer yang pernah dipekerjakan di lokasi yang diklaim sebagai milik PT. BJA.
Dalam memberikan keterangan terkait sekian pertanyaan dari pengacara tergugat, Advokat Simon Maurits Soren, S.H., M.H., kedua saksi lebih banyak menjawab tidak tahu. Hal itu wajar karena mereka hanyalah semacam buruh proyek yang sempat dipekerjakan beberapa saat oleh PT. BJA di areal yang terletak di Disrik Tampagaram, Kota Sorong, itu. Mereka berdua tidak kompeten atau tidak tahu sama sekali terkait kepemilikan lahan, batas-batas, luasan lahan, dan proses peralihan lahan dari masyarakat adat kepada Mr. Ching dan/atau BJA.
Sebagaimana persidangan perdata, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua PN Sorong, Beauty Deitje Elisabeth Simatauw, S.H., M.H., memberikan kesempatan terlebih dahulu penasehat hukum penggugat untuk mengawali tanya-jawab dan menggali keterangan dari kedua saksi yang mereka hadirkan. Pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum merupakan pertanyaan-pertanyaan standart seputar pengetahuan mereka sebagai tenaga kerja lepas yang dipekerjakan pada saat penimbunan. Saksi menjawab semua pertanyaan dengan jawaban yang sudah di-setting sebelumnya, tetapi tidak terlihat penjelasan tentang status lahan yang mereka kerjakan.
Kedua saksi sangat kesulitan menjawab pertanyaan dari pihak tergugat di saat kesempatan bertanya diberikan kepada Advokat Simon Soren, PH tergugat Samuel Hamonangan Sitorus. Pertanyaan penggugat adalah terkait dengan status lahan, kepemilikan lahan, luasan, geografis, serta proses perolehan lahan tersebut dan sejarah perolehan tanah yang menjadi obyek sengketa oleh pihak penggugat.
Sebenarnya pada persidangan kasus sengketa lahan semacam ini, saksi yang dihadirkan seharusnya adalah mereka yang berdomisi, atau setidaknya pernah berdomisili, di lokasi obyek sengketa. Dengan demikian, para pihak dapat menggali informasi penting seputar kepemilikan atas lokasi yang dipersengketakan, untuk kemudian didapatkan keterangan yang valid tentang tanah yang diklaim oleh kedua belah pihak.
“Dari fakta lapangan dan keterangan para saksi dari penggugat, kami berkesimpulan bahwa ada upaya memasuki dan menguasai areal klien kami dengan paksa, dan persidangan ini adalah cara memaksakan pengesahan kepemilikan melalui upaya hukum lewat Pengadilan Negeri,” terang Advokat Simon Lauren Soren kepada media ini, Senin, 01 September 2025.
Pengacara yang dikenal gemar memberikan bantuan hukum secara probono alias gratis kepada masyarakat itu berharap agar majelis hakim PN Sorong dapat mengkaji dan melihat serta mempertimbangkan semua bukti dari lapangan, barang dan benda, dan bukti adminstrasi, serta kesaksian para saksi sebagai bahan pertimbangan yang benar dalam pengambilan keputusan akhir nanti. “Tergugat telah menyatakan beberapa kali bahwa kami hanya ingin mempertahankan milik kami, tidak lebih. Saya berharap Majelis Hakim dapat mengkaji dan melihat serta mempertimbangkan dengan seksama semua bukti dari lapangan, barang dan benda, dan bukti adminstrasi, serta kesaksian para saksi, dalam pengambilan keputusan yang benar dan adil,” ujar Simon Soren.
Sementara itu, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, mendesak agar Komisi Yudisial Republik Indonesia menurunkan tim untuk mengawasi jalannya proses hukum atas kasus perdata yang disebutnya sebagai “Tipu-tipu Abunawas” itu. “Kasus ini dari awal sudah sangat terang-benderang merupakan cara licik pihak penggugat untuk menguasai tanah milik masyarakat setempat melalui pemanfaatan celah hukum Indonesia yang terkenal dengan suap-menyuap aparat hukumnya, termasuk jajaran hakim. Oleh karena itu, saya meminta dengan hormat agar Komisi Yudisial berinisiatif untuk turun ke PN Sorong, memantau proses persidangan kasus yang melibatkan pengusaha Malaysia, Ting-ting Ho yang dikenal sebagai mafia tanah di Papua itu,” tegas lulusan pasca sarjana dari tiga universitas terkemuka di Eropa ini, Selasa, 02 September 2025.
Berita terkait baca di sini: Membedah Absurditas Sidang Mediasi di PN Sorong (https://pewarta-indonesia.com/2025/06/membedah-absurditas-sidang-mediasi-di-pn-sorong/) (Red)