Menu

Mode Gelap
Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Dengar Aspirasi Warga Tanah Kali Kedinding Saat Jum’at Curhat Tim Jihandak Brimob Polda Jatim Evakuasi Temuan Granat Nanas Di Desa Talkandang Situbondo Patroli Samapta Berbagi Bantu 20 Sak Semen Untuk Pembangunan Masjid At Taqwa Situbondo 950 Personel Gabungan Diterjunkan, Polrestabes Surabaya Amankan Demo Ojol Berkas Penggelapan Honor BPD Karang Gayam Masuk Kejari, L-KPK Apresiasi Kinerja Polres Sampang

Jakarta · 16 Jul 2025 12:11 WIB ·

Batas Gramasi Kepemilikan Narkotika Sebagai Penyalah Guna Dalam SEMA 04/2010 Diuji


 Batas  Gramasi  Kepemilikan  Narkotika  Sebagai  Penyalah  Guna  Dalam  SEMA 04/2010  Diuji Perbesar

Jakarta, Potretrealita.com – 16 Juli 2025, Seorang pemuda asal Bali, Agung, secara resmi mengajukan permohonan uji materiil terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung [SEMA] Nomor 04 Tahun 2010, yang selama ini menjadi rujukan kuantitatif dalam perkara narkotika. Pemohon menggugat legalitas angka batas gramasi narkotika, bagi penyalah guna khususnya ganja lima gram, yang dijadikan penentu apakah seseorang berhak direhabilitasi atau justru dipidana penjara.

Permohonan ini diajukan ke Mahkamah Agung secara probono oleh tim advokat dari SITOMGUM Law Firm, dengan argumentasi bahwa SEMA 04/2010 telah melampaui kewenangan hukum, dan bertentangan dengan Pasal 4 huruf d UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang secara eksplisit menjamin rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.

“Saat seseorang ditangkap dengan 5,94 gram ganja, ia langsung dikualifikasikan seolah sebagai pengedar, tanpa mempertimbangkan hasil asesmen ketergantungan,” ujar Singgih Tomi Gumilang, kuasa hukum pemohon. “Padahal hasil Tim Asesmen Terpadu Provinsi Bali menyatakan klien kami adalah pecandu aktif, dan UU Narkotika secara tegas mengamanatkan rehabilitasi, bukan pemenjaraan.”

SEMA 04/2010 dinilai menetapkan “norma terselubung” tanpa dasar ilmiah dan kewenangan legislasi, yang secara de facto telah membatasi kewenangan hakim dan hak konstitusional tersangka / terddakwa narkotika.

Rudhy Wedhasmara, advokat lainnya, menambahkan, “Surat edaran ini telah menjadi proxy law yang digunakan secara rigid, melumpuhkan prinsip rehabilitative justice. Ini berbahaya bagi siapa pun yang membutuhkan perawatan, bukan hukuman.”

Anang Iskandar ahli hukun narkotika yang juga mantan mantan Kepala BNN, menilai penggunaan pendekatan gramasi adalah paradigma represif. “Hukum narkotika itu menggunakan pendekatan kesehatan dan pidana khusus dengan semangat membangun kesehatan publik. Rehabilitasi adalah bentuk pidana juga, tetapi berbasis penyelamatan. Tidak semua dikurung,” tegasnya.

Permohonan ini diharapkan dapat menjadi momentum korektif terhadap pendekatan hukum yang tidak lagi sejalan dengan prinsip hak asasi manusia dan perlindungan terhadap korban ketergantungan narkotika. (Red)

Artikel ini telah dibaca 2 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Gelapkan Emas Senilai Rp 948 Juta, Hermin Diadili di PN Surabaya

16 Juli 2025 - 15:49 WIB

Ops Patuh Semeru 2025: Polres Tanjung Perak Sosialisasi Tertib Lalu Lintas di Patra Niaga Depo Pertamina

16 Juli 2025 - 13:33 WIB

Bukan Sekadar MPLS: Polrestabes Surabaya Bekali Siswa SMK Rajasa dengan Edukasi Anti-Gangster dan Kenakalan Remaja

16 Juli 2025 - 12:32 WIB

Polda Jatim Ungkap Kasus Asusila Anak di Blitar Tersangka Terancam 15 Tahun Penjara

16 Juli 2025 - 12:07 WIB

Sinergi Tiga Pilar, Polres Madiun Kota Kerja Bakti di Lokasi Dapur MBG Dukung Program Nasional

16 Juli 2025 - 12:01 WIB

Perkuat Sinergi Regional, Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri Hadiri Pertemuan di Kantor PICACC Filipina

16 Juli 2025 - 11:55 WIB

Trending di Internasional
error: Content is protected !!